Rabu, 14 Maret 2012

Sekali Lagi, Perbankan Syariah Kekurangan SDM

Industri perbankan syariah masih kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM), baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan keterbatasan SDM ini, tuntutan untuk mengimpor tenaga kerja asing menjadi sangat terbuka lebar.
Saat ini, keberadaan bank syariah memang semakin populer dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Buktinya, antusiasme penggunaan produk dan jasa perbankan syariah semakin meningkat. Bahkan, perbankan syariah berhasil menempatkan diri sebagai alternatif sistem yang dapat dinikmati semua kalangan.
Dr. Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia, dalam acara seminar akhir tahun tentang Outlook Perbankan Syariah 2011 menegaskan bahwa harapan untuk menjadikan perbankan syariah sebagai bank modern, profesional, dan memahami kebutuhan masyarakat bisa menjadi kenyataan. “Perbankan syariah harus memberi kontribusi yang signifikan dalam sistem perbankan maupun perekonomian nasional,” ujarnya.
Namun demikian, permasalahan SDM masih menjadi momok terbesar bagi pengembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Secara pragmatis, industri perbankan syariah akhirnya melakukan praktek bajak-membajak karyawan. Ada pula yang merekrut pegawai lembaga keuangan konvensional, kemudian dilatih untuk menjadi karyawan perbankan syariah.
Menurut Direktur Utama Bank Nasional Indonesia (BNI) Syariah, Rizkullah, pada tahun 2011 ini BNI Syariah membutuhkan lebih dari 10 ribu orang. Karena, laju pertumbuhan perbankan syariah ditargetkan naik hingga 43 persen. Dengan target tersebut, paling tidak akan ada penambahan 857 kantor dan penambahan pegawai perbankan syariah.
Demikian halnya dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, yang membutuhkan tidak kurang dari 12.000 karyawan hingga empat tahun ke depan. Menurut Heriyakto S. Hartomo, Project Management Office Head BRI Syariah, pihaknya tidak segan untuk melakukan kerjasama dengan 11 perguruan tinggi di Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan karyawan yang demikian besar dalam waktu cepat.
Menurut Mustafa Edwin Nasution, Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), kekurangan SDM syariah di Indonesia dikarenakan belum ada penyelenggaraan pendidikan ekonomi syariah secara formal, mulai hulu dan hilir. Di samping itu, hingga saat ini, belum ada penelitian apakah kurikulum ekonomi syariah yang diajarkan di perguruan tinggi sudah sesuai dengan kebutuhan industri keuangan syariah atau belum.
Patut dipahami juga, bahwa pembekalan SDM perbankan syariah tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan, tapi juga pembekalan kemampuan bahasa Inggris dan Arab, serta pemahaman agama. ”Inilah anehnya sistem ekonomi syariah di Indonesia. Sudah berjalan 18 tahun, tapi dari kesiapan infrastruktur dan pendidikan masih belum jelas,” katanya.
Ke depan, peningkatan kualitas SDM harus dipersiapkan untuk menghadapi persaingan industri perbankan syariah di kancah regional dan internasional. Menurut Mulya Siregar, Deputi Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia, persaingan industri perbankan syariah di Indonesia akan ditentukan pada ASEAN Economic Community yang akan dibentuk pada tahun 2015. “Jika SDM di Indonesia belum memadai, ada kemungkinan SDM perbankan syariah akan diisi oleh tenaga kerja dari asing,” ujarnya.
Kini, ada beberapa negara anggota ASEAN yang sudah siap dengan AEC. Seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam. Untuk itu, Mulya menghimbau agar masyarakat turut ambil bagian untuk menghadapi tantangan jelang AEC. “Jangan sampai nanti kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri,” tandasnya. (muhajir/berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar